Tekno

Kepala Eijkman Bicara Potensi Covid-19 Varian Baru yang Lebih Berbahaya

Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Amin Soebandrio, menegaskan kemungkinan munculnya virus corona Covid-19 varian baru, di luar yang sudah dicatat Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO sebagai Variant of Concern maupun Variant of Interest. “Kemungkinan itu ya tetap ada, karena virus terus bermutasi,” ujar dia saat dihubungi, Kamis 22 Juli 2021.

Menurut Amin, setiap kali bereplikasi, SARS-CoV-2, virus corona penyebab Covid-12, memiliki kesempatan untuk bermutasi. Bahkan, sebagian kecil dari mutasi yang bisa bertahan hidup dan bisa membuat virus semakin sehat, bisa saja menyebar dan menularkan. “Kalau (virus hasil mutasi) bisa bertahan di tubuh host yang baru ya,” tutur dia menambahkan.

Sebelumnya, WHO memberikan peringatan mengenai kemungkinan munculnya varian Covid-19 baru yang lebih berbahaya dan bisa menyebar ke seluruh dunia. Pengumuman itu disampaikan oleh Ketua Komite Darurat WHO, Didier Houssin, sambil mengingatkan bahwa pandemi belum usai.

Saat ini ada empat virus yang tercatat di WHO sebagai Variant of Concern, yakni Alpha yang pertama kali diidentifikasi di Inggris, Beta dari Afrika Selatan, Gamma varian Brasil, dan Delta berasal dari India. Varian-varian tersebut telah diketahui satu atau lebih dari karakter berikut: menular lebih cepat, mengelak dari antibodi lebih gesit, dan menyebabkan gejala infeksi lebih parah dibandingkan yang disebabkan varian Covid-19 awal.

Sedang Variant of Interest, yang berpotensi menambah daftar VoC, di antaranya ada Eta, Iota, Kappa , dan Lambda. “Tapi, apapun jenis virusnya, seorang pasien tidak dapat mengetahui tertular varian apa di lapangan ataupun di rumah sakit karena varian virus hanya dapat dideteksi melalui laboratorium,” kata Amin yang merupakan Guru Besar Ilmu Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu.

Sehingga, antisipasinya masih sama apapun itu jenis varian virusnya, yakni dengan menerapkan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas) dan 3T (testing, tracing, dan treatmen). “Jadi sifatnya universal ya, antisipasinya sama saja,” tutur Amin.

Peraih gelar Ph.D Immunogenetics dari Jepang itu juga mengingatkan, pada prinsipnya Covid-19 varian apapun, meski penyebarannya tidak secepat varian Delta, tetap saja menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Karena, dia menambahkan, sebelum munculnya varian baru, virus sudah banyak sekali membuat orang sakit.

“Jadi pesannya adalah di luar sana kita tidak perlu mempermasalahkan Covid-19 varian apa yang beredar, yang penting adalah upaya kita. Jadi kepatuhan kita terhadap protokol kesehatan itu,” kata Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *